Minggu, 03 April 2011

ETIKA KEDOKTERAN BAGI DOKTER MUSLIM


DI

S
U
S
U
N

0LEH:

MUKHSALMINA
NIM: 0916010086














UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BANDA ACEH 2010   




DAFTAR ISI
                                                                                 

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 

DAFTAR ISI .........................................................................................................

BAB I     PENDAHULUAN
A.          Latar belakang Historis....................................................................
B.           Sejarah Ikatan dokter Indonesia......................................................

BAB II  PENUTUP          
Kesimpulan...............................................................................................          

Daftar Pustaka         



KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang mana dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Rasulullah SAW. Sebagai suri tauladan kepada seluruh umat manusia. Makalah ini bertujuan untuk penunjangan nilai penulis pada mata kuliah yang bersangkutan, dengan harapan dengan adanya makalah ini penulis dapat memperoleh nilai seperti yang penulis harapkan.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini, besar kemungkinan banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, untuk pembuatan makalah penulis di masa yang akan datang.

Penulis,


Mukhsalmina








BAB I
PENDAHULUAN


A.        Latar Belakang

       Sebagaimana telah menjadi karakter umum serjana muslim di bidang-bidang ilmu pengatahuan lainya, ahli-ahli medis Muslim adalah penerima-waris yang baik dan sekaligus pemberi-waris yang produktif. Mereka dengan penuh antusias dan apresiasi mempelajari khasanah ilmu pengatahuan dari berbagai tradisi dan peradaban pra-islam.
Kemudian, secara kreatif merekapun mengembangkan ilmu pengatahuan dengan berbagai cabang yang baru dalam cara pandang, paradigma atau pandangan dunia yang sesuai dengan nilai-nilai Tauhid dan Islam.
        
         Pada jamanyang kian berkembang ini telah banyak terjadi berbagai macam kasus yang memperburuk nama banyak dokter. Beberapa di antaranya mungkin dikarenakan oleh sikap dan prilaku seorang dokter. Dalam menghadapi dan melayani pasiennya. Oleh karena itu dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu etika untuk menjalankan profesinya. Agar dapat tercapai suatu keserasian, kecocokan dan komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien dan lingkunganya. Dalam hal ini kita membahas etika dokter muslim.

         Etika berasal dari bahas yunani ‘’ethos’’ yang berarti adapt, budi pekerti (bahasa inggris = ethics). Di sini etika dapat dipahami sebagai ilmu mengenai kesusilaan. Dalam filsafat pengertian etika adalah telah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaanya. Kesusilaan yagn baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu bagi angota-angotanya. Dalam hal ini etika bagi para dokter muslim. Kadang kesusilaan didasarkan  pada agama, sehingga bilamana yang berkuasa itu agama, maka agama menjadi guru etika. Dalam melaksanakan etika terkandung unsure-unsur pengorbanan bagi sesame manusia dan unsure dedikasi atau pengabdian terhadap sesame manusia.

         Sebagai suatu pendidikan profesi, pendidikan kedokteran diharapkan dapat menghasilkan dokter menguasai ilmu teori dan praktik kedokteran beserta prilaku dan etiaka yang mulia pula. Dalam upacara wisuda semua calon dokter harus mengucapkan sumpah dokter dengan disaksikan oleh dekan, Direktur Rumah Sakit, Kepala kantor Wilayah Departemen Kesehatan. Dengan adanya hal tersebut diharapkan kelak para calon dokter akan menjadi dokter yang beretika mulia, bertanggungjawab dan taat pada hukum yang berlaku.


B. Sejarah Ikatan Dokter Indonesia
           
            Cikai ikatan dokter Indonesia adalah perhimpunan yang bernama verening van indische artsen tahun 1911, dengan tokohnya adalah dr. J.A Kayadu yang lama menjabat sebagai ketua dari perkumpulan ini. Selain itu, Tercatat nama-nama tokoh seperti dr. Wahidin, dr. Soetomo dan dr. Tjiptomangunkusumo, yang bergerak dalam lapangan social dan politik.

            Kemudian dikenal pula dr. Mangkoewinoto, dr. Soesilo dan dr. Kodijat yang berjuang dibidang penyakit menular, juga dr. Kawilarang, dr. Sitanala. Dr. Asikin Widjakusumah dan dr. Sarjito. Nama yang terakhir ini dikenal dengan majalahnya Medische Berichten yang terbitkan di semarang bersama-sama dr. A. Moectar dan dr. Boentaran. Pada tahun 1926 perkumpulan berubah namanya menjadi Vereniging van indonesische Geneeskundige.(VIG)

            Menurut Prof Bahder Djohan yang pernah menjadi sekretaris VIG selama 11 tahun (1928-1938), perubahan nama ini dengan landasan politik yang menjelma dari timbulnya rasa nasionalisme (karena dokter pribumi dianggap sebagai dokter kelas dua) sehingga membuat kata "Indische" menjadi "Indonesische" dalam VIG. Dengan demikian , profesi dokter telah menimbulkan rasa kesatuan, atau paling tidak meletakkan sendi-sendi rasa persatuan (VIG).

            Prof . Bahder Djohan mengatan pula, tujuan VIG ialah menyuarakan pendapat dokter, dimana pada masa itu persoalan yang pokok ialah mempersamakan kedudukan antara dokter-dokter pribumi dengan dokter belanda dalam segi kualitasnya yang tidak kalah. Kongres VIG tahun 1940 di solo menugaskan pada bahder djohan untuk menbina serata memikirkan istilah-istialah baru dalam dunia kedokteran. Usaha-usaha VIG lainya yang patut diketengahkan yakni peningkatan gaji (upah) dokter-dokter "Melayu" agar mempunyai derajat yang sama dengan dokter belanda  , yang berhasil mencapai 70% dari jumlah semula (50%). Selain itu, memberikan kesempatan  pendidikan bagi dokter melayu menjadi asisten dengan prioritas pertama.

            Dalam masa pendudukan jepang (1943), VIG dibubarkan  dan diganti menjadi jawa Izi Hooko Kai. Selanjutnya pada tahun 1948 didirikan perkumpulan dokter Indonesia (PDI), yang dimatori  kalangan dokter-dokter muda dibawah pimpinan dr. Darman Setiawan Natohatmojo. Pendirian PDI bedasarkan kehendak situasi tuntutan zaman yang berkembang. Pendapat-pendapat atau tinjauan-tinjauan baru dalam suasana dan semangat yang baru pula pada waktu itu. Dengan demikian PDI berfungsi pula sebagai badan perjuangan di daerah pendudukan belanda.

            Hampir Hampir bersamaan berkembang pula Persatuan Thabib Indonesia (Perthabin) cabang Yogya yang dianggap sebagai kelanjutan VIG masa tersebut. Tidaklah mungkin bahwa Perthabin dan PDI sekaligus merupakan wadah dokter di Indonesia, maka dicapai mufakat antara Perthabin dan Dewan Pimpinan PDI untuk mendirikan suatu perhimpunan dokter baru. Dr. Soeharto berpendapat bahwa perkumpulan dokter yang ada sejak 1911 telah rusak di zaman kependudukan Jepang. Lagi pula organisasi yang bernama Jawa Izi Hooko Kai hanya terbatas di Pulau Jawa saja. la menilai juga bahwa perkumpulan tersebut tidak bekerja dan berfungsi dan hanya sebagai penyalur politik Jepang. Dasar pemikiran inilah digunakan untuk mendirikan suatu perkumpulan dokter baru yang sesuai dengan alam pikiran dan jiwa kemerdekaan serta sesuai dengan indentitas kita, yakni persatuan. Diharapkan perkumpulan kedokteran tersebut dapat menjadi semacam perkumpulan persatuan………………………………….
          Pada tahun 1945, dokter-dokter Indonesia belum mempunyai kesempatan untuk mendirikan suatu wadah dokter di Indonesia yang berskala nasional. Kesempatan ini baru ada setelah diperoleh pengakuan dari Belanda (RIS). Sebetulnya ide untuk mendirikan perhimpunan dokter di Indonesia telah lama ada. Oleh karena situasilah yang menyebabkan terdapatnya bermacam-macam dokter, seperti dokter didaerah pendudukan, di daerah republik federal, dan masalahnya mereka belum mempunyai kesempatan untuk menyatu. Di masa dahulu dikenal 3 macam dokter Indonesia, ada dokter Jawa keluaran sekolah dokter Jawa, ada Indische Arts keluaran Stovia dan NIAS serta ada pula dokter lulusan Faculteit Medica Batvienis pada tahun 1927.








Etika Bagi Para Dokter Muslim
           
         Dalam etika kedokteran islam tercamtum nilai-nilai bahwa Al-Qur’an dan Hadits adalah sumber segala  macam etika yang dibutuhkan untuk mencapai hidup bahagia dunia dan akhirat. Etika kedokteran mengatur kehidupan, Tingkah laku seorang dokter dalam mengabdikan dirinya terhadap manusia baik yang sakit maupun yang sehat. Etika kedokteran islam terkumpul dalam kode etik kedokteran islam yang bernama Thibbun Nabawi, yang mengatur hubungan dokter dengan orang sakit dan dokter dengan rekanya. Berikut dibahas mengenai etika seorang dokter muslim terhadap khalik, terhadap pasien, dan terhadap sejawatnya.

1.    Etika dokter Muslim terhadap Khalik:
Seorang  Dokter Muslim haruslah benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah semata. Dan betapa tidak berarti dirinya beserta ilmunya tanpa ijin Allah SAW.

Mengenai etika terhadap khalik disebutkan bahwa:
·         Dokter muslim harus menyakini dirinya sebagai khalifaf fungsionaris Allah dalam bidang kesehatan dan kedokteran.
·         Melaksanakan profesinya karena Allah dan buah Allah.
·         Hanya melakukan pengobatan, penyembuhan adalah Allah.

Melaksanakan profesinya dengan iman supaya jangan merugi.

2.    Etika Dokter Mislim terhadap pasien:
Hubungan antara dokter dengan pasien  adalah hubungan atara manusia dan manusia. Dalam hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-masing mempunyai nilai berbeda. Masalah semacam ini akan dihadapi oleh dokter yang bekerja di lingkungan dengan suatu system yang berbeda dengan kebudayaan profesinya.

Untuk melaksakan tugasnya dengan baik, tidak, jarang dokter harus berjuang lebih dalu melawan tradisi yang telah tertanam dengan kuat. Dalam hal ini, seorang dokter muslim tidak mungkin  memaksakan kebudayaan profesi yang selama ini dianutnya. Mengenai etika kedokteran terhadap orang sakit antara lain disebutkan  bahwa seorang dokter muslim wajib.

·         Memperlihatkan jenis penyakit, sebab musababnya timbulnya penyakit kekuatan tubuh seorang sakit, keadaan resam tubuh yang tidak sewajarnya, umur si sakit dan obat yang cocok dengan musim itu, negeri si sakit dan keadaan buminya, iklim dimana ia sakit daya penyumbuhan obat itu.
·         Di samping itu dokter harus memperhatikan mengenai tujuan pengobatan, obat yang dapat melawan penyakit itu, cara yang mudah dalam mengobati penyakit.
·         Selanjutnya seorang dokter hendaknya membuat campuran obat yang sempurna, mempunyai pengalaman mengenai penyakit jiwa  dan pengobatannya, berlaku lemah lembut, mengukan cara keagamaan dan sugesti, tahu tugasnya

3.    Etika Dokter Muslim terhadap Sejawatnya:
Para Dokter seluruh dinia mempunyai kewajiban sama. Mereka adalah kawan-kawan perjuangan yang meruapakan kasatuan aksi dibawah panji prikemanusiaan untuk memerangi penyakit, yang merupakan salah satu pengangu keselamatan dan dan kebahgiaan umat manusia. Penemuan dan pengalaman baru dijadikan milik bersama. Panggilan suci yang menjiwai hidup dan perbuatan telah mempersatukan mereka menempatkan par dokter pada suatu kependudukan yang terhormat dalam masyarakat. Hal-hal tersebut menimbulkan rasa persaudaraan dan kesediaan.

Mengenai etika yang bagi dokter muslim kepada sejawatnya yaitu:
·         Dokter yang baru menetap disuatu tempat, wajib mengunjungi teman sejawatnya yang berada di situ. Jika di kota yang terdapat banyak praktik dokter, cukup dengan membritahukan tentang pembukaan praktiknyakepada teman sejawatnya yang berdekatan.
·         Setiap dokter menjadi anggota IDI setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan.
·         Setiap Dokter mengunjungi pertemuan klinik bila ada kesempatan. Sehingga dapat mudah mengikuti perkembangan ilmu teknologi kedoktera.

Sifat-sifat  penting lain yang harus dimiliki oleh seoarang Dokter Muslim ialah:
·         Adanya belas kasihan dan cinta kasih terhadap sesame manusia, perasaan sosial yang ditunjukkan kepada masyarakat.
·         Harus berbudi luhur, dapat dipercaya oleh pasien,  dan menupuk keyakinan professional.
·         Seorang dokter harus dapat dengan tenang melakukan pekerjaanya dan harus mempunyai kepercayaan kepada dirinya sendiri.
·         Bersikap mandiri  dan orisinal karena pengatahuan yang diwarisi secara turun menurun dari buku-buku masih jauh memadai.
·         Ia harus mempunyai kepribadian yang kuat. Sehingga dapat eakukan pekerjaan di dalam keadaan yang serba sulit. Dan tentunya tidak menyinpang dari ketentuan-ketentuan agama.
·         Seoarang dokter muslim tidak membeda-bedakan anara pasien kaya dan pasien miskin.
·         Seorang dokter harus hidup seimbang, tidak berebih-lebian, tidak embuang waktu serta energi dengan menikmati kesenangan dan kenikmatan.
·         Sebagian besar waktunya harus dicurahkan kepada pasien.
·         Seorang dokter muslim harus lebih banyak mendengar dan lebih sedikit berbicara.
·         Searang dokter muslim tidak boleh berkecil hati dan harus dan harus merasa bangga  akan profesinya Karena semua agama profesi seoarang dokter.

Istialah arab untuk menyebut dokter adalah hakim, salah satu nama Allah yang berarti orang yang memiliki pengatahuan dan kebijaksanaan.

Kasus yang menyangkut etika dokter muslim dalam praktek. Kesalehan seorang dokter ditekankan oleh kalangan pengobatan yunani. Sebagai mana seorang dokter dianggap seorang penjaga tubuh dan jiwa. Ihwal etika medis dalam islam, seperti halnya etika secara umum, terdapat dua penggaruh langsung, yaitu dari bangsa yunani dan iran.

Banyak kasus-kasus yang bertentankan. Seperti misalnya:
·         Bolehkah seorang dokter meminta bayaran? Jika ya, seberapa besar? Hal tersebut merupakan masalah yang harus diperdebatkan dalam islam. Masalah ini tampaknya merupakan bagian dari masalah yang lebih besar: bolehkah seorang guru, terutama guru agama, menerima bayaran. Bahkan dewasa ini sebagian kalangan tetap mengharamkan meminta bayaran dalam pengajaran Al Qur’an dan penyebaruasan ilmu keagamaan. Menurur sebuah hadits Nabi diperbolehkan membayar seorang dokter untuk pelayanan medisnya. Al-Dzahabi mengisahkan suatu hari sekelompok sahabat muslim tiba disebuah suku tertentu, yang memperlakukan mereka dengan ramah. Tiba-tiba salah satu anggota suku tersebut digigit ular dan para pengembara itu dimintai tolong untuk menyembuhkan. Kemudian orang tergigit tersebut sembuh an suku membayar sejumlah seratus ekor kambing. Sebuah transaksi yang dibolehkan oleh rasulullah. Dari sinilah legalitas untuk meminta bayaran atas perawatan bermula. Namun banyak kalangan yang tidak setuju untuk mencari nafkah dari orang sakit.
·         Bolehkah seoarang dokter muslim melakukan transplantasi organ? Seringkali  terdapat kasus mengensi organ tubuh seorang pasien yang tidak berfungsi dengan baik lagi. Tidak ada cara untuk mengobatinya kecuali dengan transplantasi organ (seperti mata, jantung dan lain sebainya) dari orang telah meninggal. Hingga kini pendapat agama menentang keras praktik ini. Terdapat suatu hukum klasik yang menyebutkan bahwa " kebutuhan manusia hidup menjadi prioritas dibandingkan manusia mati." Tetapi ketika seorang ulama termuka ditanya mengenai persoalan tersebut, beliau menjawab negtif. Namun sikap masyarakat secara umum positif terhadap masalah transplantasi organ tubuh, meskipun ada ketidaksetujuan dari kaum ulama.
·         Bolehkah seoarang dokter muslim melakukan pengembangan bayi tabung? Pengembangan bayi tabung tidak dilarang dalam islam asalkan penyatuan terjadi antara gen suami dan istri. Kekhawatiran bahwa proses ini " mencampuri kehendak Allah" sama sekali tidak berdasar. Prosesnya sama dengan pembenihan bibit tanaman dalam suatu kondisi yang terkendali, kemudian dipindahkan ketempat yang dapat ketika bibit tersebut telah cukup kuat tumbuh di tempat itu. Yang dikhawatirkan bukanlah bahwa orang mencoba "menyaingi Allah" dengan melakukan hal tersebut, melainkan jika orang mencoba bersaing dengan setan dan menyinpamgkan sifat manusia sifat manusia. Islam tidak mengizinkan penyatuan gen antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri karena itu merupakan perzinaan.
·         Bolehkah seorang dokter muslim melakukan tindakan euthanasia? Euthanasia merupakan suatu masalah yang banyak menarik perhatian dan banyak dibicarakan orang. Euthanasia (dari bahasa yunani, eu= baik, thanatos= mati) secara etimologi berarti "mati yang baik" atau "mati yang tanang". Kemudian pengertian euthanasia berkembang, karena adanya perbedaan titik pandang dalam menjelaskan "mati yang baik". Akibat timbul berbagai difinisi mengenai euthanasia. Euthanasia banyak dilakukan sejak jaman dahulu kala dan banyak memperoleh dukungan tokoh-tokoh baser dalam sejarah. Tetapi dalam agam terdapat beberapa pendapat yang tidak membenarkan hal tersebut. Bedasarkan bahwa Allah-lah yang menentukan kapan seorang harus mati.





Etika Pasien Terhadap Dokter

Menurut pendapat Abu Bakar Al-Razi, bahwa baik pasien maupun dokter harus memenuhi etika. Beliau menganjurkan pasien agar mengikuti dengan ketat perintah dokter.
·         Menghormati dokter dan menganggap dokter sebagai sahabat terbaiknya.
·         Pasien harus berhubungan langsung dengan dokter.
·         Tidak boleh merahasiakan penyakit yang diderita pasien.

Sifat Etika Kedokteran Islam

Pakar Andrologi Prof. dr. Muhammad Kamil Tadjudin, Dekan fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan (FKIK) UIN Jakarta, mengatakan etika kedokteran dalam islam mempunyai sifat yang tetap. Berbeda dengan etika kedokteran sekuler yang cenderung berubah-ubah.

Etika kedokteran islam, menurut beliau, mempunyai perbedaan secara mendasar dengan etika kedokteran sekuler. Etika kedokteran islam di turunkan dari tradisi dan kepercayaan agama, sehingga bentuknya akan tetap untuk selamanya. Sebaliknya etika kedokteran sekuler dirumuskan oleh masyarakat yang sikapnya berubah-ubah. Contohnya adalah sikap tentang aborsi yang berkisar antara sikap melarang semua bentuk aborsi sampai diperbolehkan aborsi atas permintaan, paparnya. Demikian pula halnya sikap terhadap "gay" dan euthanasia, yang juga berkisar dari pelarangan penuh sampai diperbolehkan dengan indikasi tertentu.

Beliau jaga mengatakan, antara etika kedokteran islam dan kedokteran sekuler memiliki perbadaan mendasar, misalnya etika tentang pemberian nasihat moral terhadap seorang pasien. Sebagai contoh, jika ada seorang pasien yang mengadakan "chek up" pada seorang dokter muslim dan dia mendapat keterangan bahwa orang itu sering minum alcohol, maka, walaupun orang itu sehat, wajib bagi dokter muslim memberi nasihat untuk tidak minum alcohol. Sementara dalam etika kedokteran sekuler, nasihat moral itu tidak mungkin dilakukan, meskipun alcohol menimbulkan bahaya, baik bagi diri maupun masyarakat sekitar. Contoh nasihat moral lainya adalah tentang pencegahan penyakit kelamin terhadap para lelaki "hidung belang".

Menurut Tadjudin, seorang dokter sekuler mungkin akan menganjurkan penggunaan kondom, sedangkan seorang dokter muslim akan menasehatkan abstinensi.

Kasus yang sama juga terjadi terhadap isu-isu kontemporer kedokteran, seperti reproduksi berbantuan atau pembuahan telur di luar rahim melalui fertilisasi (bayi tabung). Dalam kasus ini, menurut Tadjudin dalam pandangan etika kedokteran islam hal itu dibolehkan jika dilakukan dengan sel kelamin (sperma dan telur) yang berasal dari suami istri yang sah. Tapi jika penggunaan sperma atau telur itu bukan berasal dari suami istri yang sah dapat dibenarkan. Termasuk penggunaan rahim yang lain dari wanita yang mempunyai telur untuk membesarkan blastosis, jelasnya.

Alasan tidak boleh rahim wanita lain yang mempunyai telur untuk membesarkan blastosis, jelas Tadjudin. Karena akan timbul masalah keturunan, yakni siapa ibu sebenarnya (dari anak hasil pembuahan itu). Padahal, Al-Qur’an surat al-furqan ayat 5 menyebutkan: "Dan Dia yang menciptakan manusia dari air, lalu dia menjadikan mempunyai keturunan  dan mushaharah dan Tuhanmu senantiasa Maha kuasa."

Selain tidak jelasnya masalah keturunan tadi, tambah ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinngi (BAN-PT) itu, juga timbul masalah baru, apakah memasukkan sperma atau blastosis asing kedalam rahim seorang wanita tidak merupakan tindakan yang dapat digolongkan zina?. Meski demikian, Tadjudin tidak menampik bila sementara kalangan yang terdapat bahwa menanamkan blastosis yang berasal dari sperma dan telur sepasang suami-istri ke perempuan lain adalah analog dengan menyusui anak orang lain atau bagi perempuan penerima blastosis itu analog dengan ibu susu.

Kode Etik Islam Bidang Kedokteran

Kode etik islam untuk bidang kedokteran akan segera diberlakukan. Hal ini telah dibahas melalui konferensi ke-8 organisasi ilmu kedokteran islam yang berlangsung di kairo, mesir. Konferensi inin ditutup dengan setujuinya draft pedoman etika ilmu kedokteran intersional pertama yang berbasis pada perspektif islam.

Draft yang berjudul ‘kode etik islam bidang kedokteran dan kesehatan’ tersebut, materinya akan disempurnakan, diedit dan akan diterbitkan oleh organisasi ilmu kedokteran islam (IOMS). Ide untuk menerbitkan kode etik islam di bidang kedokteran ini muncul sejak tahum 1981, ketika IOMS berinisiatif untuk mengadaptasi dokumen tentang etika kedokteran islam hasil dari konferensi di Kuwait. Dokumen itu antara lain menyebutkan, ‘manusia harus diperlukan seperti apa yang digariskan tuhan dimana dia ditapkan bahwa ummatnya sebagainya khalifahnya di bumi.’

Konferensi yang dimulai tanggal 11 desember 2004, diselenggarakan oleh IOMS bekerja sama dengan organisasi kebudayaan, ilmu pengatahuan dan pendidikan islam (ISESCO), Dewan Organisasi Internasional Ilmu kedokteran (CIOMS), Ajman University Network dan Organisasi kebudayaan, ilmu pengatahuan dan pendidikan PBB (UNESCO). Konferensi ini dihadiri oleh tokoh-tokoh islam termuka seperti Sheikh Yusuf A;-Qaradawi dan Haytham Al-khayat.

Dalam acara penutupan, para peserta konferensi telah menyepakati 14 rekomendasi untuk mengembangkan dan memungkinkan kode etik islam bidang kedokteran itu diberlakukan. Mentri-mentri pendidikan, rector di sekolah-sekolah kedokteran di Negara Arab dan Negara islam dimintai untuk mulai memasukkan dan mengenalkan kode etik islam dala krikulum pendidikanya.

Usulan lainya yang muncul adalah mensosialisasikan kode etik yang baru ini melalui situs-situs milik lembaga kedokteran dan kesehatan. Kode etik islam bidang kedokteran ini bukan hanya untuk kalangan kedokteran professional, tapi juga untuk keluarga dan masyarakat pada umumya, seperti diungkapkan oleh Dr. Mu’men S. Hadidi, kepala Insutitut Nasional kedokteran Ferensik dari Yodania.

Setelah konferensi ini, kantor WHO Wilayah Mediterania Timur akan bekerja sama dengan materi-materi kesehatan di wilayah itu akan membentuk komite ad hoc yang akan miningdaklauti penyusunan kode etik tersebut. Sebelumnya, IOMS akan merancang sebuah workshop untuk mengenali masukan bagaimana kode etik ini nantinya akan bermamfaat dan menyebarluaskan ke seluruh kalangan professional di dunia kesehatan.

Dalam pidatonya, ketua IOMS, Dr. Adb al-Rahman El-Awady mengusulkan adanya penggalangan daro kalangan Muslim untuk membiayaai riset-riset tersebut di bidang kesehatan di Negara-negara islam. Sementara itu, kepala Ajman University Network, Dr. Saed Salman, mengusulkan diselenggarakanya konferensi yang membahas masalah etika yang berikatan dengan isdustri farmasi dan riset tentang obat-obatan.

Konferensi ke-8 IOMS juga membahas tentang hubungan antara dokter dan pasienya termasuk soal praktek kedokteran. Kewajiban dan tanggung jawabnya, serta masalah riset di bidang biomedis yang melibatkan bagian tubuh manusia. Para dokter dan ilmuan dalam konferensi itu juga membahas isu-isu sensitive seperti soal bayi tabung. Euthanasia dan rekayasa jenis kelamin bayi.







BAB II
PENUTUP

Kesimpulan

         Etika berasal dari bahas yunani ‘’ethos’’ yang berarti adapt, budi pekerti (bahasa inggris = ethics). Di sini etika dapat dipahami sebagai ilmu mengenai kesusilaan. Dalam filsafat pengertian etika adalah telah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaanya. Kesusilaan yagn baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu bagi angota-angotanya. Dalam hal ini etika bagi para dokter muslim. Kadang kesusilaan didasarkan  pada agama, sehingga bilamana yang berkuasa itu agama, maka agama menjadi guru etika. Dalam melaksanakan etika terkandung unsure-unsur pengorbanan bagi sesame manusia dan unsure dedikasi atau pengabdian terhadap sesame manusia.

Konferensi ke-8 IOMS juga membahas tentang hubungan antara dokter dan pasienya termasuk soal praktek kedokteran. Kewajiban dan tanggung jawabnya, serta masalah riset di bidang biomedis yang melibatkan bagian tubuh manusia. Para dokter dan ilmuan dalam konferensi itu juga membahas isu-isu sensitive seperti soal bayi tabung. Euthanasia dan rekayasa jenis kelamin bayi.



















DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan, dr, 1991. Memahami Etika Kedokteran. Kanisius: Yogyakarta.
2. Komalawati, D Veronica, SH, M.H., 1989. Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
3. Taher, Tarmizi, M.D., 2003. Medical Ethics. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
4. Rahman, Fazlur, 1999. Etika Pengobatan Islam. Mizan: Bandung.
5. Direktur Pelaksana Pusat Kajian Filsafat Madina Ilmu (PKFMI), www.pelita.or.id, 26 Maret 2005, Dokter Muslim.
6. Bergerak, www.eramuslim.com, 23 April 2005, Kode Etik Islam Bidang Kedokteran Akan Segera Diberlakukan.
7. Anonim_1, www.uinjkt.ac.id, 15 Maret 2005, Etika Kedokteran Islam
8. Anonim_2, www.ksdak.com, 17 Maret 2005, Tindakan Euthanasia Dilarang Dalam Islam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar