Kesehatan


PENYAKIT ISPA

BAB I­
­Pendahuluan
A.                Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan yang banyak menyerang anak-anak dibawah usia lima tahun, Faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kejadian penyakit ISPA adalah faktor sosiodemografi, kondisi rumah dan polusi udara dalam ruangan. Prevalensi Rate ISPA di Indonesia tahun 1995 sebesar 11,97 per 1000 balita, di Propinsi Sumbar 35,42 per 1000, di Kota Padang tahun 2002 sebesar 40,9 per 1000 dan Kecamatan Koto Tangah ISPA pada bayi dan Balita 36,4 per 1000 serta di Kelurahan Pasie nan Tigo sebesar 38,79 per 1000 .Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2004. Penelitian survey dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh balita yang tinggal di kelurahan Pasie Nan Tigo dengan jumlah sampel sebanyak 239 orang yang diambil secara multi stage sampling. Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit ISPA di Kelurahan Pasie Nan Tigo adalah sebesar 42,7 %, pendidikan ibu rendah 74,5%, pendapatan keluarga Rp. 400.000 57,8%, umur balita 13-60 bulan 68,6%, laki-laki 57,8%, gizi sedang 42.2%, imunisasi belum lengkap 53,9%, ventilasi tidak memenuhi syarat kesehatan 64,7%, kepadatan hunian tidak memenuhi syarat kesehatan 93,1%, kelembaban relatif tidak memenuhi syarat kesehatan 68,6%, menggunakan kayu bakar 77,5%, kebiasaan merokok anggota keluarga 72,5%, dan menggunakan obat anti nyamuk bakar 88,2%. Diperoleh Ada hubungan berrnakna kejadian ISPA dengan nilai probabilitas < 0,05 yaitu status gizi , ventilasi, kepadatan human, kelembaban relatif kayu bakar, kebiasaan merokok anggota keluarga, obat anti nyamuk bakar. Tidak ada hubungan dengan kejadian ISPA adalah pendidikan ibu, pendapatan keluarga, umur balita, jenis kelamin balita, status imunisasi .Disarankan agar memperhatikan ventilasi rumah untuk sirkulasi udara kotor yang berasal dari obat anti nyarnuk bakar, kegiatan memasak dan kebiasaan anggota keluarga yang merokok serta menjaga pola makan dan kesehatan balita. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH


BAB II
ISI
A.                Dfinisi ISPA
            Infeksi merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang pada khususnya dan masih menjadi penyakit nomor satu di Indonesia. Penyakit ini seringkali menyerang anak-anak karena kondisi yang masih labil apalagi bila menghadapi cuaca yang mudah berubah.
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan atas, Istilah ISPA merupakan adaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Pengertian ISPA meliputi dua unsur yakni: infeksi dan saluran pernafasan, adalah sebagai berikut:
o   Infeksi merupakan persitiwa masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
o   Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Secara anatomis ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Pada manusia, saluran pernapasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien untuk melindungi sistem saluran pernapasan yang terdri atas:
a.       Epitel mukosa dan gerakan mikrosilier
b.      Makrofag alveoli
c.       Antibodi setempat
Kecenderungan infeksi bakterial mudah terjadi pada saluran napas yang telah rusak sel-sel mukosanya, yang bisa disebabkan oleh infeksi terdahulu. Kerusakan lapisan mukosa dan gerak silia dapat terganggu akibat Asap rokok dan gas SO2, polutan utama pencemaran udara dan pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi.
Penyebaran ISPA. Ada 3 cara penyebaran infeksi, yaitu:
a.       Aerosol yang lembut, terutama karena batuk-batuk
b.      Aerosol yang kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin
c.       Kontak langsung  atau tidak langsung dengan benda-banda yang tercemar infektan.

ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Infeksi bakterial merupakan penyulit ISPA oleh karena virus, terutama bila ada epidemi atau pandemi. Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Menurut berbagai literatur, bakteri dan virus penyebab ISPA, diantaranya bakteri "stafilococus" dan "streptococus" serta "virus influenza" dan "sinsitialvirus" di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan cepat.  Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernapasan terhambat, oksigen yang dihirup berkurang, anak menjadi kejang bahkan bila tidak segera ditolong bisa menyebabkan kematian.

B.     Tanda-tanda ISPA
Gejala ISPA biasanya ditandai dengan gejala flu, batuk, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 derajat celsius dan disertai sesak nafas. Sebagai pertahanan untuk melawan bakteri dan kuman yang masuk ke dalam saluran  pernafasan adalah berupa bersin, batuk disertai dahak dan ingus atau lendir yang ke luar dari hidung. Batuk dan bersin merupakan mekanisme kerja bulu-bulu halus yang berada di permukaan saluran pernapasan di hidung dan tenggorokan melawan debu, bakteri dan virus yang masuk supaya keluar dari tubuh. Apabila batuk juga disertai lendir atau skutum (dahak) yang berwarna hijau dan kental, hal itu menandakan terjadi infeksi di dalam saluran tersebut.
Tanda-tanda yang di timbulkan yaitu sebagai berikut:
a.       Suara nafas lemas bahkan hilang dan seperti ada cairan sehingga terdengar keras, ada gejala sesak yang kebiruan, nafas cuping hidung atau nafas dimana hidungnya tidak lubang, tertariknya kulit kedalam dinding dada atau bisa disebut retraksi dan sistem pernafasan yang tidak teratur serta cepat.
b.      Gagal jantung, hipotensi, hipertensi, denyut jantung kadang cepat kadang lemah yang terdapat di sistem peredaran darah dan jantung.
c.       Kejang dan koma, bingung, sakit kepala, mudang terangsang, sering gelisah yang yang menyerang di sistem syaraf
d.      Letih dan sering berkeringat banyak.
e.       Untuk anak dengan umur 2 bulan hingga 5 tahun yaitu kejang, intensitas kesadaran menurun, stridor, gizi buruk dan tidak bisa minum. Sedangkan untuk anak dibawah 2 bulan yaitu kemampuan minum yang menurun secara drastis yang biasanya kurang dari setengah volume dari setiap kebiasaan, mengi, mendengkur demam, dingin dan intensitas kesadaran menurun.

1.      Klasifikasi ISPA.
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) menggolongkan ISPA ke dalam:
v  Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
v  Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
v  Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
2.      Penyulit ISPA
Penyulit yang sering terjadi adalah:
v  Infeksi bakterial: otitis media, sinusitis, bronkitis, bronkopneumonia dan pleuritis. Juga dapat diamati dari sputum yang semula berwarna kunng berubah menjadi hijau.
v  Pneumonia karena virus: Sangat banyak terjadi, banyak yang mengatakan oleh karena perluasan infeksi virus itu sendiri. Pendapat lain yang banyak dianut bahwa sebenarnya pneumonia adalah oleh infeksi sekunder bakteri.

3.      Penatalaksanaan ISPA
Penanganan ISPA dilakukan dengan berbagai tingkat dari hanya cukup dirawat di rumah sampai harus rawat inap di rumah sakit.
v  Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
v  Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
v  Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

4.      Pencegahan ISPA
Berbagai sstrategi yang dapat dilakukan untuk pencegahan dan pemberantasan ISPA oleh masyarakat di antaranya adalah  :
v  Pentingnya pemberian makanan bergizi.
Bayi dan anak balita yang mempunyai gizi baik jarang yang menderita penyakit yang serius oleh karena tubuhnya dapat menangkal infeksi. Pnemonia yang menyerang bayi yang mendapat susu botol ialah 2 x lipat banyaknya dibanding bayi yang mendapat ASI. Diet makanan yang mengandung Vitamin A dari buah-buahan berwarna kuning serta sayuran juga dapat mencegah infeksi.
v  Pentingnya Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi lengkap harus sudah selesai pada bayi umur 1 tahun. Apabila karena sesuatu alasan, hal ini tidak tercapai maka bayi/anak harus di imunisasi sesegera mungkin. Penyakit ringan yang sering menyertai anak bukan merupakan alasan bagi ibu untuk tidak membawa anaknya kepada petugas imunisasi. Ada beberapa penyakit saluran nafas yang serius, diantaranya ialah batuk rejan, tuberkulosis dan campak.
v  Kebersihan Lingkungan
Lingkungan yang padat akan mempercepat penularan batuk. Meludah disembarangan tempat dan bersin di depan anak-anak juga akan memudahkan penularan. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal serumah dengan perokok lebih sering dirawat di Rumah Sakit oleh karena menderita ISPA dibanding dengan anak-anak dari keluarga yang tidak merokok. Oleh karena itu udara yang bersih dan ventilasi yang cukup merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua untuk mencegah penularan ISPA. Selain itu bila anak menderita ISPA sebaiknya istirahat dulu untuk aktifitas berkumpul dengan anak lain karena akan mudah sekali terjadi penularan.
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak , serta faktor perilaku.
1.      Faktor lingkungan
a.       Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.
b.      Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :
Ø  Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan.
Ø  Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.
Ø  Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
Ø  Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
Ø  Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.
Ø  Mendisfungsikan suhu udara secara merata.
c.       Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.
2.      Faktor individu anak
o   Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh veirus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6 –12 bulan.
o   Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.
o   Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan serangannya lebih lama.
o   Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anal prasekolah seharusnya tidak dilihat sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
o   Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3.      Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.
Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat.
Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita; tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita; pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Infeksi saluran pernafasan atas merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang pada khususnya dan masih menjadi penyakit nomor satu di Indonesia. Penyakit ini seringkali menyerang anak-anak karena kondisi yang masih labil apalagi bila menghadapi cuaca yang mudah berubah. Pada manusia, saluran pernapasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien untuk melindungi sistem saluran pernapasan. ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Infeksi bakterial merupakan penyulit ISPA oleh karena virus, terutama bila ada epidemi atau pandemi.
ISPA pada bayi dapat di cegah dengan cara memberi makanan yang bergizi, pemberian imunisasi, dan membersihkan lingkungan di sekitarnya, dengan demikian maka penyakit ISPA tersebut akan mudah dicegah bagi bayi. Selain itu, bila anak menderita ISPA sebaiknya istirahat dulu untuk aktifitas berkumpul dengan anak lain karena akan mudah sekali terjadi penularan.