Rabu, 19 Juni 2013

Penyakit Silikosis dan Asbestosis Dampak dari Partikel Debu


     1.    Debu
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Namun dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara.
Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari aktivitas manusia. Pencemaran partikel yang berasal dari alam, adalah sebagai berikut  :
a   . Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.
b   . Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke duara akibat letusan gunung berapi.
c   .Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan.
Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat aktivitas manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi.
Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu berukuran 0,1 – 25 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat atau zat padat/cair yang halus, dan yang tersuspensi diudara.
Partikel menyebar di atmosfer akibat dari berbagai proses alami, seperti letusan vulkano, hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktifitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja dan asap dari proses pembakarana tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah pembakaran bahan bakar dari sumbernya. Diikuti oleh proses– proses industri.
Partikel debu dapat dibagi atas 3 jenis, yaitu debu organik, debu mineral, dan debu metal. Sumber debu bermacam-macam, tergantung jenis debunya. Partikel debu dipengaruhi oleh daya tarik bumi sehingga cenderung untuk mengendap di permukaan bumi. Partikel debu juga dapat membentuk “flok” sehingga ukurannya menjadi lebih besar permukaannya cenderung untuk basah. Sifat-sifat ini membuat ukurannya menjadi lebih besar sehingga memudahkan proses pengendapannya di permukaan bumi dengan bantuan gaya tarik bumi. Partikel debu dengan diameter 1 milimikron mempunyai kemampuan untuk menghamburkan sinar matahari.
Besarnya ukuran partikel debu yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan manusia adalah yang berukuran 0,1 µm sampai 10µm dan berada di udara sebagai suspended particulate matter. Partikel debu dengan ukuran lebih > 10 µm akan lebih cepat mengendap ke permukaan sehingga kesempatan terjadinya pemajanan pada manusia menjadi lebih kecil dan kalaupun terjadi akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. Debu yang dapat dihirup disebut debu inhalable dengan diameter ≤ 10 µm dan berbahaya bagi saluran pernafasan karena mempunyai kemampuan merusak paru-paru. Sebagian debu yang masuk ke saluran pernafasan berukuran 5 µm akan sampai ke alveoli. 
     2.    Penyakit yang Disebabkan Debu
Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada. Mengenai macam dan jenis partikel pencemar udara serta sumber pencemarannya telah banyak Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut sangat merugikan kesehatan manusia.
Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran  pernapasan atau pneumoconiosis. Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel debu yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5  akan tertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5  akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 , akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari 1  , akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel debu yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel debu yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Dari beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, diantaranya adalah:
2.1 Silikosis
Silikosis (Silicosis) adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.  Terdapat 3 jenis silikosis:
1.        Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika dalam jangka panjang (lebih dari 20 tahun).  Nodul-nodul peradangan kronis dan jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.
2.        Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih banyak selama waktu yang lebih pendek (4-8 tahun).  Peradangan, pembentukan jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
3.        Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat besar, dalam waktu yang lebih pendek.  Paru-paru sangat meradang dan terisi oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang rendah.
Pada silikosis simplek dan akselerata bisa terjadi fibrosif masif progresif.
Fibrosis ini terjadi akibat pembentukan jaringan parut dan menyebabkan kerusakan pada struktur paru yang normal.
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:

a)      Buruh tambang logam.
b)
      Pekerja pemotong batu dan granit.
c)
      pekerja pengecoran logam.
d)
     pembuat tembikar.
 
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru.
Pada awalnya, daerah parut ini hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler simplek). Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis konglomerata).  Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita mengalami gangguan pernafasan.
Penderita silikosis noduler simpel tidak memiliki masalah pernafasan, tetapi mereka bisa menderita batuk berdahak karena saluran pernafasannya mengalami iritasi (bronkitis). Silikosis konglomerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas.
Mula-mula sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, tapi akhirnya sesak timbul bahkan pada saat beristirahat. Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam waktu 2-5 tahun setelah penderita berhenti bekerja.  Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis, penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis.
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut:

a)      Demam
b)      Batuk
c)      Penurunan berat badan
d)     Gangguan pernafasan yang berat.

Biasanya akan ditanyakan secara terperinci mengenai jenis pekerjaan, hobi, dan aktivitas lainnya yang kemungkinan besar merupakan sumber pemaparan silika.
Pemeriksaan yang dilakukan:

1)         Rontgen dada (terlihat gambaran pola nodul dan jaringan parut)
2)        Tes fungsi paru
3)        Tes PPD (untuk TBC).

Tidak ada pengobatan khusus untuk silikosis.  Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan.Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:


1.        Membatasi pemaparan terhadap silika.
2.        Berhenti merokok.
3.        Menjalani tes kulit untuk TBC secara rutin.

Penderita silikosis memiliki resiko tinggi menderita tuberkulosis (TBC), sehingga dianjurkan untuk menjalani tes kulit secara rutin setiap tahun. Silika diduga mempengaruhi sistem kekebalan tubuh terhadap bakteri penyebab TBC. Jika hasilnya positif, diberikan obat anti TBC.
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis. Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup. Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.

      2.2 Asbestosis
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut.
Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru).
Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut (fibrosis) di dalam paru-paru. Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya pemaparan dan jumlah serat yang terhirup.
Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh asbes diantaranya:

a)        Plak pleura (kalsifikasi).
b)        Mesotelioma maligna.
c)        Efusi pleura.
Mesotelioma bisa timbul dalam waktu 20-40 tahun setelah pemaparan. Merokok sigaret menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya penyakit akibat asbes.  Angka kejadiannya adalah sebesar 4 diantara 10.000 orang.
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya. Gejala pertama adalah sesak nafas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan gerak badan. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak nafas yang berat dan mengalami kegagalan pernafasan. Perokok berat dengan bronkitis kronis dan asbestosis, akan menderita batuk-batuk dan bengek. Menghirup serat asbes kadang-kadang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan pada ruang antara kedua selaput yang melapisi paru-paru. Meskipun jarang, asbes juga bisa menyebabkan tumor pada pleura yang disebut mesotelioma atau pada selaput perut yang disebut mesotelioma peritoneal. Kanker paru-paru akan terjadi pada penderita asbestosis yang juga merokok, terutama mereka yang merokok lebih dari 1 (satu) bungkus sehari.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a)        Batuk.
b)
        Rasa sesak di dada.
c)
        Nyeri dada.
 
d)       Kelainan kuku atau clubbing of fingers (bentuk jari-jari tangan yang menyerupai tabuh genderang).

Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara ronki
Untuk memperkuat diagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan berikut:

a)     Rontgen dada.
b)
      Tes fungsi paru-paru.
c)
      CT scan paru.

Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan vibrasi. Diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Mungkin perlu diberikan oksigen, baik melalui sungkup muka (masker) maupun melalui selang plastik yang dipasang di lubang hidung. Kadang dilakukan pencangkokan paru-paru. Mesotelioma berakibat fatal, kemoterapi tidak banyak bermanfaat dan pengangkatan tumor tidak menyembuhkan kanker.
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di lingkungan kerja. Karena industri yang menggunakan asbes sudah melakukan kontrol debu, sekarang ini lebih sedikit yang menderita asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun lalu.
Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok.



DAFTAR PUSTAKA

WHO. 1995. “Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anonim.______. “ 5 Penyakit Akibat Debu”. www.smallcrab.com. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2011.

Anonim.______. “ Asbestosis”. www.medicastore.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2011.

Anonim.______. “Silikosis”. www.mediacastore.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2011.

Prabu.  2008. “Praktikulat”. www.putraprabu.wordpreaa.com. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2011.

Pudjiatuti, Wiwiek, SKM. 2002. “Debu sebagai Bahan Pencemar yang Membahayakan Kesehatan Kerja”. www.mail-archive.com. Diakses pada tanggal 30 Oktober 2011.
              

Jumat, 18 Januari 2013

Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan PMS


DAFTAR ISI
Halaman
COVER
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..                     i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..                     ii
BAB I PENDAHULUAN
          A. Latar Belakang ……………………………………………………………                    1
BAB II ISI
          A. Peran Tenaga Kesehatan …………………………………………….                     2
BAB III Kesimpulan Dan Saran
          A. Daftar Pustaka ……………………………………………………………                    10




A.   Pendahuluan

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
UPT tugasnya adalah menyelenggarakan sebagian tugas teknis Dinas Kesehatan
Pembangunan Kesehatan maksudnya adalah penyelenggara upaya kesehatan
Pertanggung jawaban secara keseluruhan ada diDinkes dan sebagian ada di Puskesmas
Wilayah Kerja dapat berdasarkan kecamatan, penduduk, atau daerah terpencil.
Kedudukan Sistem Kesehatan Nasional sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan UKP dan UKM di wilayah kerjanya.
Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai UPT Dinas Kesehatan yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan Kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
Sistem  adalah sebagai unit pelaksana teknis dinasàPemerintahan Daerah  kesehatan kabupaten/kota yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.
Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama sebagai mitra dan sebagai pembina upaya kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa dan Pos UKK.
Penyakit menular seksual (PMS) atau kadang kadang disebut infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang menyebar melalui hubungan sek. Orang awam lebih sering menyebutnya penyakit kelamin. PMS ditularkan melaui pertukaran cairan tubuh tau kontak dengan lesi penyakit. Selain kontak seksual, PMS juga dapat menular lewat penggunaan bersama jarum suntik dari ibu ke anak sebelum, selama atau setelah persalinan.
PMS beresiko pada mereka yang berganti ganti pasangan, semakin besar resiko anda terinfeksi PMS. Resiko PMS dapat dikurangi dengan prilaku seks yang aman.
PMS memengaruhi baik pria maupun wanita. Namun, masalah kesehatan dan konsekuensi jangka panjang PMS cendrung lebih parah pada wanita. Beberapa PMS dapat menyebabkan infeksi radang panggul, abses tuba falopi/ovarium, dan parut organ reproduksi yang dapat menyebabkan kehamilan ektopit (kehamilan luar rahim), infertilitas dan bahkan kematian.

B.   PERAN TENAGA KESEHATAN
Disilah kita bisa melihat peran tenaga kesehatan masyarakat dan fungsi funsinya, tidak hanya pemberantasan penyakit menular saja yang akan dilaksanakan, malah lebih.
Inilah peran peran umum tenaga kesehatan masyarakat :
  1. mengumpulkan, mengolah data dan informasi, menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan masyarakat;
  2. merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan Puskesmas;
  3. menyiapkan bahan kebijakan, bimbingan dan pembinaan serta petunjuk teknis sesuai bidang tugasnya;
  4. melaksanakan upaya kesehatan masyarakat;
  5. melaksanakan upaya kesehatan perorangan;
  6. melaksanakan pelayanan upaya kesehatan/ kesejahteraan ibu dan anak, Keluarga Berencana, perbaikan gizi, perawatan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit, pembinaan kesehatan lingkungan, penyuluhan kesehatan masyarakat, usaha kesehatan sekolah, kesehatan olah raga, pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut, laboratorium sederhana, upaya kesehatan kerja, kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya serta pembinaan pengobatan tradisional;
  7. melaksanakan pembinaan upaya kesehatan, peran serta masyarakat, koordinasi semua upaya kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, pelaksanaan rujukan medik, pembantuan sarana dan pembinaan teknis kepada Puskesmas Pembantu, unit pelayanan kesehatan swasta serta kader pembangunan kesehatan;
  8. melaksanakan pengembangan upaya kesehatan dalam hal pengembangan kader pembangunan di bidang kesehatan dan pengembangan kegiatan swadaya masyarakat di wilayah kerjanya;
  9. melaksanakan pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan;
  10. melaksanakan ketatausahaan dan urusan rumah tangga UPT;
  11. melaksanakan analisis dan pengembangan kinerja UPTD;
  12. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.

Dan inilah funsi dan peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pemberantasan penyakit menular :

Di era gllobalisasi,dengan tingkat kebebasan yang longgar dari para orang tua dan ketidak tahuan remaja tentang penyakit menular seksual yaitu salah satunya HIV/AIDS yang banyak terjadi pada kalangan kaum remaja. Pada dasarnya remaja tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit menular seksual dan umumnya para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,dan selalu ingin mencoba hal baru.
Sebenarnya dari fakta dilapangan masyarkat pada umumnya hanya mengetahui bahwa HIV/AIDS itu hanya bisa terjadi penularan melalui hubungan intim saja padahal penyakit ini bisa saja tertular melalui hal-hal yang berhubungan dangan tingkah laku fisik seseorang,seperti berciuman,terkena tetesan keringat penderita yang bersentuhan dengannya apalagi jika orang tersebut dalam keadaan tidak sehat(kurang sehat),dan bisa juga tertular melalui terkena darah penderita penyakit menular seksual(PMS).
 Dalam hal ini dan untuk menurunkan angka penderita PMS,dibutuhkan peran serta orang tua,keluarga,lingkungan dan tenaga kesehatan. peran tenaga kesehatan sebaiknya memberikan ataupun mengadakan penyuluhan-penyuluhan pada semua lapisan masyarakat umumnya dan kalangan remaja khususnya yang sangat rentan terhadap PMS. Penulis berharap agar para pembaca dapat memahami dan mensosialisasikan tentang PMS(HIV/AIDS) dikalangan remaja dan masyarakat awam.

Penyakit menular seksual (PMS) masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian dalam penanggulangannya. Penyakit HIV/AIDS sebagai salah satu PMS, yang pertama kali ditemukan pada tahun 1987           menunjukkan kecenderungan meningkat dan meluas pe­-nyebarannya.
 Terdapat kaitan yang erat antara peningkatan penyakit HIV/AIDS dengan meningkatnya penyebaran penyakit TB-Paru, karena menurunnya sistem kekebalan tubuh. Sampai dengan bulan November 1997 secara keseluruhan tercatat 152      orang penderita AIDS dan 450 orang terinfeksi HIV. Penanggulangan AIDS kegiatannya diintegrasikan dengan pemberantasan PMS, meliputi sero survai AIDS dan sifilis, dan pemeriksaan (skrining) donor darah.
Kegiatan lainnya berupa penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS melalui berbagai  media massa.  Selama  kurun   waktu    lima   tahun  terakhir, telahdilaksanakan sero survai HIV/AIDS dan sifilis yang mencakup sekitar 432 ribu sediaan, yaitu 122 ribu sediaan pada tahun 1993/94 dan 310 ribu sediaan selama empat tahun Repelita VI.
Pemberantasan penyakit menular lainnya seperti penyakit   kaki gajah (filariasis), demam keong (schistosomiasis), gila anjing (rabies), pes, kusta, patek (frambusia) terus dilanjutkan. Pemberantasan penyakit kaki gajah dilaksanakan melalui    pengobatan masal terhadap sekitar 677,8 ribu penderita, yaitu 191,0 ribu penderita pada tahun 1993/94 dan 486,8 ribu penderita selama empat tahun Repelita VI; dan survai darah sebanyak 225,1 ribu sediaan yaitu 2,4 ribu sediaan pada tahun 1993/94 dan 227,7 ribu sediaan selama empat tahun Repelita VI.
 Selain itu, dilaksanakan pula kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana air bersih dan jamban serta pemberantasan fokus-fokus keong penular. Kegiatan penanggulangan rabies dilaksanakan melalui vaksinasi hewan     sekitar 1,9 juta ekor, yaitu 0,6 juta ekor pada tahun 1993/94 dan 1,3 juta ekor selama empat tahun Repelita VI; dan vaksinasi pada manusia sekitar 31 ribu orang, yaitu 6 ribu orang pada tahun    1993/94 dan 25 ribu orang selama empat tahun Repelita VI. Pemberantasan penyakit rabies dilaksanakan secara  lintas  sektoral.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.
Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan engara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan.
Reformasi dibidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh terhadapa pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan.
Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibatdari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan.Kelima, Demokratisasi………………………….

Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif………………………………………….
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, sosial secara utuh, tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi, dan organ reproduksi. Pencapaian kesehatan reproduksi mencakup pencapaian kehidupan seksual yang memuaskan dan aman, serta pasangan atau individu bebas menentukan keinginan mempunyai anak, kapan, dan berapa jumlahnya.
Semua orang, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak, kesehatan remaja dan lain-lain. Untuk itu dibutuhkan perangkat, teknik, dan sistim pelayanan yang menjamin terpeliharanya kesehatan reproduksi seseorang, baik berbentuk upaya pencegahan maupun  pengendalian gangguan atau penyakit reproduksi.
Kebijakan nasional kesehatan reproduksi di Indonesia pada saat ini memprioritaskan pelayanan empat komponen atau program terkait yaitu Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, serta Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS (Human Immuno-deficiency Virus/Acquired Immuno-deficiency Syndrome)  yang disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE).
Pelaksanaan PKRE bertumpu pada pelayanan dari masing-masing program terkait yang sudah tersedia di tingkat pelayanan dasar, dan paket PKRE ini merupakan keterpaduan berbagai pelayanan dari program terkait tersebut. Bentuk pelayanan terpadu lebih berorientasi kepada kebutuhan klien.
Adanya perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan reproduksi dan perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut adanya pelayanan yang komprehensif, namun spesifik, dan sesuai dengan kebutuhan klien. Dengan demikian setiap komponen program kesehatan reproduksi memasukkan unsur komponen kesehatan reproduksi lainnya untuk mendukung terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi yang integratif atau terpadu pada klien dan sesuai dengan kebutuhan klien.
Penyakit Menular Seksual  merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin.  Dari analisis data yang dihimpun di Indonesia, prevalensi PMS tidak didokumentasikan secara nasional. Tetapi perlu disadari, angka prevalensi ISR di Indonesia cukup tinggi. Beberapa tahun terakhir ini tampak mulai kecenderungan meningkatnya prevalensi PMS.
Penelitian pada klien KB di Jakarta Utara (1997) mendapatkan angka Kandidiasis 22%, Bakterial Vaginosis 9,9%, Trikomoniasis 4,5%, Gonore 1,2%, Klamidia 9,3% dan sifilis 0,8% ( Iskandar,1998). Studi di Surabaya, Jawa Timur (2003) mendapatkan hasil Kandidiasis 8,6%, Bakterial vaginosis 24,8%, Trikomoniasis 23,6%, Gonore 26,9%, Klamidia 22,1% dan Sifilis 9%. Sedangkan studi yang dilakukan di Jakarta (2006) mendapatkan hasil Bakterial Vaginosis 13,3%, Klamidia 10,2%, Herpes Genital 9,3%, HIV 1,2% dan Sifilis 0,2% (YMI 2007).8
Data PMS di Kabupaten Ciamis  sampai saat ini belum dapat memberikan gambaran epidemiologis PMS sehingga belum dapat memperlihatkan besarnya masalah PMS yang akurat yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan besarnya derajat epidemi HIV/AIDS disuatu daerah dan untuk mengetahui dampak program intervensi PMS. Seperti halnya masalah PMS di Ciamis bagaikan “Teori Gunung Es di Lautan”
Beberapa Puskesmas di Kabupaten Ciamis  sudah melaksanakan paket PKRE dengan salah satu program yaitu Penanggulangan PMS termasuk HIV/AIDS melalui intervensi seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), pengobatan PMS secara pendekatan sindrom maupun berdasarkan hasil Laboratorium walau sarana laboratorium yang ada masih minim.
Puskesmas  memulai paket PKRE sejak beberapa tahun terakhir, didukung dengan pelatihan program-program PKRE yang diberikan pada petugas Puskesmas, sosialisasi, monitoring dan evaluasi paket PKRE yang diikuti petugas Puskesmas tersebut secara rutin. Dari kegiatan tersebut berarti secara teknis petugas puskesmas sudah melaksanakan alur pelayanan klinis paket PKRE.

Beberapa kasus Gonorhoe positif yang terjaring di beberapa Puskesmas  Kabupaten Ciamis. Beberapa kasus penyakit, baik penyakit yang baru maupun penyakit lama mengalami perubahan gejala, sehingga memerlukan metode yang lebih baik pada sistim pelayanan kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dan hasilnya banyak mengalami hambatan, karena belum berhasilnya promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Faktor yang mempengaruhi pelayanan adalah faktor tenaga kesehatan yaitu orang yang mengabdikan di bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan pelatihan khusus seperti, tenaga pemasang alat kontrasepsi Keluarga Berencana, pemeriksaan penyakit menular seksual dan keahlian khusus lainnya. Hal inilah yang membedakan tenaga bidang kesehatan dengan tenaga lainnya, sehingga para tenaga bidang kesehatan ini harus mempunyai pendidikan dan keahlian  melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan, sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka akan mempengaruhi pembangunan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau masyarakatnya. Masyarakat dari semua lapisan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Tentunya aparatur kesehatan (dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya) tidak bisa bekerja sendirian untuk masalah PSM. Sebaiknya melakukan sosialisai PSM melibatkan tenaga pendidik dan kependidikan, siswa, dan lembaga pendidikan lainnya secara berantai.

DAFTAR PUSTAKA


http://drgumilar.wordpress.com/2011/03/08/di-ciamis-penyakit-menular-sexual-pms/



By : Mukhsalmina. Abdullah
       0916010086