DAFTAR ISI
Halaman
COVER
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1
BAB II
ISI
A. Peran Tenaga Kesehatan
……………………………………………. 2
BAB
III Kesimpulan Dan Saran
A. Daftar Pustaka
…………………………………………………………… 10
A.
Pendahuluan
Puskesmas
adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
UPT tugasnya
adalah menyelenggarakan sebagian tugas teknis Dinas Kesehatan
Pembangunan Kesehatan maksudnya
adalah penyelenggara upaya kesehatan
Pertanggung jawaban secara
keseluruhan ada diDinkes dan sebagian ada di Puskesmas
Wilayah Kerja dapat berdasarkan
kecamatan, penduduk, atau daerah terpencil.
Kedudukan Sistem
Kesehatan Nasional → sebagai sarana pelayanan kesehatan
strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan UKP dan UKM di wilayah
kerjanya.
Sistem
Kesehatan Kabupaten/Kota → sebagai UPT Dinas Kesehatan yang
bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan
Kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
Sistem adalah sebagai unit pelaksana teknis dinasàPemerintahan Daerah kesehatan kabupaten/kota yang merupakan unit
struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat
kecamatan.
Antar Sarana
Pelayanan Kesehatan Strata Pertama → sebagai mitra
dan sebagai pembina upaya kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat
seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa dan Pos UKK.
Penyakit
menular seksual (PMS) atau kadang kadang disebut infeksi menular seksual (IMS)
adalah penyakit yang menyebar melalui hubungan sek. Orang awam lebih sering
menyebutnya penyakit kelamin. PMS ditularkan melaui pertukaran cairan tubuh tau
kontak dengan lesi penyakit. Selain kontak seksual, PMS juga dapat menular lewat
penggunaan bersama jarum suntik dari ibu ke anak sebelum, selama atau setelah
persalinan.
PMS beresiko
pada mereka yang berganti ganti pasangan, semakin besar resiko anda terinfeksi
PMS. Resiko PMS dapat dikurangi dengan prilaku seks yang aman.
PMS memengaruhi
baik pria maupun wanita. Namun, masalah kesehatan dan konsekuensi jangka
panjang PMS cendrung lebih parah pada wanita. Beberapa PMS dapat menyebabkan
infeksi radang panggul, abses tuba falopi/ovarium, dan parut organ reproduksi
yang dapat menyebabkan kehamilan ektopit (kehamilan luar rahim), infertilitas
dan bahkan kematian.
B.
PERAN TENAGA KESEHATAN
Disilah kita
bisa melihat peran tenaga kesehatan masyarakat dan fungsi funsinya, tidak hanya
pemberantasan penyakit menular saja yang akan dilaksanakan, malah lebih.
Inilah peran
peran umum tenaga kesehatan masyarakat :
- mengumpulkan, mengolah data dan informasi,
menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan pemecahan permasalahan
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan masyarakat;
- merencanakan, melaksanakan,
mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan Puskesmas;
- menyiapkan bahan kebijakan,
bimbingan dan pembinaan serta petunjuk teknis sesuai bidang tugasnya;
- melaksanakan upaya kesehatan
masyarakat;
- melaksanakan upaya kesehatan
perorangan;
- melaksanakan pelayanan upaya
kesehatan/ kesejahteraan ibu dan anak, Keluarga Berencana, perbaikan gizi,
perawatan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pemberantasan penyakit,
pembinaan kesehatan lingkungan, penyuluhan kesehatan masyarakat, usaha
kesehatan sekolah, kesehatan olah raga, pengobatan termasuk pelayanan
darurat karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut, laboratorium
sederhana, upaya kesehatan kerja, kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan
jiwa, kesehatan mata dan kesehatan khusus lainnya serta pembinaan
pengobatan tradisional;
- melaksanakan pembinaan upaya
kesehatan, peran serta masyarakat, koordinasi semua upaya kesehatan,
sarana pelayanan kesehatan, pelaksanaan rujukan medik, pembantuan sarana
dan pembinaan teknis kepada Puskesmas Pembantu, unit pelayanan kesehatan
swasta serta kader pembangunan kesehatan;
- melaksanakan pengembangan upaya
kesehatan dalam hal pengembangan kader pembangunan di bidang kesehatan dan
pengembangan kegiatan swadaya masyarakat di wilayah kerjanya;
- melaksanakan pencatatan dan
pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan;
- melaksanakan ketatausahaan dan
urusan rumah tangga UPT;
- melaksanakan analisis dan
pengembangan kinerja UPTD;
- melaksanakan tugas lain yang
diberikan oleh Kepala Dinas.
Dan inilah funsi dan peran tenaga
kesehatan masyarakat dalam pemberantasan penyakit menular :
Di era gllobalisasi,dengan tingkat kebebasan yang longgar
dari para orang tua dan ketidak tahuan remaja tentang penyakit menular seksual
yaitu salah satunya HIV/AIDS yang banyak terjadi pada kalangan kaum remaja.
Pada dasarnya remaja tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit menular
seksual dan umumnya para remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,dan selalu
ingin mencoba hal baru.
Sebenarnya dari fakta dilapangan masyarkat pada umumnya
hanya mengetahui bahwa HIV/AIDS itu hanya bisa terjadi penularan melalui
hubungan intim saja padahal penyakit ini bisa saja tertular melalui hal-hal
yang berhubungan dangan tingkah laku fisik seseorang,seperti berciuman,terkena
tetesan keringat penderita yang bersentuhan dengannya apalagi jika orang
tersebut dalam keadaan tidak sehat(kurang sehat),dan bisa juga tertular melalui
terkena darah penderita penyakit menular seksual(PMS).
Dalam hal ini dan
untuk menurunkan angka penderita PMS,dibutuhkan peran serta orang
tua,keluarga,lingkungan dan tenaga kesehatan. peran tenaga kesehatan sebaiknya
memberikan ataupun mengadakan penyuluhan-penyuluhan pada semua lapisan
masyarakat umumnya dan kalangan remaja khususnya yang sangat rentan terhadap
PMS. Penulis berharap agar para pembaca dapat memahami dan mensosialisasikan
tentang PMS(HIV/AIDS) dikalangan remaja dan masyarakat awam.
Penyakit menular seksual (PMS)
masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat
perhatian dalam penanggulangannya. Penyakit HIV/AIDS sebagai salah satu PMS,
yang pertama kali ditemukan pada tahun 1987 menunjukkan kecenderungan meningkat
dan meluas pe-nyebarannya.
Terdapat kaitan yang erat antara peningkatan
penyakit HIV/AIDS dengan meningkatnya penyebaran penyakit TB-Paru, karena
menurunnya sistem kekebalan tubuh. Sampai dengan bulan November 1997 secara
keseluruhan tercatat 152 orang
penderita AIDS dan 450 orang terinfeksi HIV. Penanggulangan AIDS kegiatannya
diintegrasikan dengan pemberantasan PMS, meliputi sero survai AIDS dan sifilis,
dan pemeriksaan (skrining) donor darah.
Kegiatan lainnya berupa
penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS melalui berbagai media massa.
Selama kurun waktu
lima tahun terakhir, telahdilaksanakan
sero survai HIV/AIDS dan sifilis yang mencakup sekitar 432 ribu sediaan, yaitu
122 ribu sediaan pada tahun 1993/94 dan 310 ribu sediaan selama empat tahun
Repelita VI.
Pemberantasan
penyakit menular lainnya seperti penyakit
kaki gajah (filariasis), demam keong (schistosomiasis),
gila anjing (rabies), pes, kusta,
patek (frambusia) terus dilanjutkan.
Pemberantasan penyakit kaki gajah dilaksanakan melalui pengobatan masal terhadap sekitar 677,8 ribu
penderita, yaitu 191,0 ribu penderita pada tahun 1993/94 dan 486,8 ribu
penderita selama empat tahun Repelita VI; dan survai darah sebanyak 225,1 ribu
sediaan yaitu 2,4 ribu sediaan pada tahun 1993/94 dan 227,7 ribu sediaan selama
empat tahun Repelita VI.
Selain itu, dilaksanakan pula kegiatan
penyuluhan, penyediaan sarana air bersih dan jamban serta pemberantasan
fokus-fokus keong penular. Kegiatan penanggulangan rabies dilaksanakan melalui
vaksinasi hewan sekitar 1,9 juta
ekor, yaitu 0,6 juta ekor pada tahun 1993/94 dan 1,3 juta ekor selama empat
tahun Repelita VI; dan vaksinasi pada manusia sekitar 31 ribu orang, yaitu 6
ribu orang pada tahun 1993/94 dan 25
ribu orang selama empat tahun Repelita VI. Pemberantasan penyakit rabies
dilaksanakan secara lintas sektoral.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948
disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa
membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya.
Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah
berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna,
walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan mempengaruhi
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi
di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan
antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal
dibandingkan dengan engara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam
pembangunan kesehatan.
Reformasi
dibidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh
terhadapa pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan.
Kedua,
Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai
akibatdari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan
transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan.Kelima, Demokratisasi………………………….
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif………………………………………….
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif………………………………………….
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Kesehatan
reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, sosial secara utuh, tidak
semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang
berkaitan dengan sistim, fungsi, dan organ reproduksi. Pencapaian kesehatan
reproduksi mencakup pencapaian kehidupan seksual yang memuaskan dan aman, serta
pasangan atau individu bebas menentukan keinginan mempunyai anak, kapan, dan
berapa jumlahnya.
Semua orang,
baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dalam mengatur jumlah
keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara
kontrasepsi sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan
antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak, kesehatan remaja dan
lain-lain. Untuk itu dibutuhkan perangkat, teknik, dan sistim pelayanan
yang menjamin terpeliharanya kesehatan reproduksi seseorang, baik berbentuk
upaya pencegahan maupun pengendalian gangguan atau penyakit reproduksi.
Kebijakan
nasional kesehatan reproduksi di Indonesia pada saat ini memprioritaskan
pelayanan empat komponen atau program terkait yaitu Kesehatan Ibu dan Bayi Baru
Lahir, Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, serta Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS (Human Immuno-deficiency
Virus/Acquired Immuno-deficiency Syndrome) yang disebut
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE).
Pelaksanaan PKRE bertumpu pada
pelayanan dari masing-masing program terkait yang sudah tersedia di tingkat
pelayanan dasar, dan paket PKRE ini merupakan keterpaduan berbagai pelayanan
dari program terkait tersebut. Bentuk pelayanan terpadu lebih berorientasi
kepada kebutuhan klien.
Adanya
perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan reproduksi dan perbedaan
masalah pada tiap klien, menuntut adanya pelayanan yang komprehensif, namun
spesifik, dan sesuai dengan kebutuhan klien. Dengan demikian setiap
komponen program kesehatan reproduksi memasukkan unsur komponen kesehatan
reproduksi lainnya untuk mendukung terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi
yang integratif atau terpadu pada klien dan sesuai dengan kebutuhan klien.
Penyakit
Menular Seksual merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR)
yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Dari analisis data yang
dihimpun di Indonesia, prevalensi PMS tidak didokumentasikan secara nasional.
Tetapi perlu disadari, angka prevalensi ISR di Indonesia cukup tinggi.
Beberapa tahun terakhir ini tampak mulai kecenderungan meningkatnya
prevalensi PMS.
Penelitian
pada klien KB di Jakarta Utara (1997) mendapatkan angka Kandidiasis 22%,
Bakterial Vaginosis 9,9%, Trikomoniasis 4,5%, Gonore 1,2%, Klamidia 9,3% dan
sifilis 0,8% ( Iskandar,1998). Studi di Surabaya, Jawa Timur (2003) mendapatkan
hasil Kandidiasis 8,6%, Bakterial vaginosis 24,8%, Trikomoniasis 23,6%, Gonore
26,9%, Klamidia 22,1% dan Sifilis 9%. Sedangkan studi yang dilakukan di Jakarta
(2006) mendapatkan hasil Bakterial Vaginosis 13,3%, Klamidia 10,2%, Herpes
Genital 9,3%, HIV 1,2% dan Sifilis 0,2% (YMI 2007).8
Data PMS di
Kabupaten Ciamis sampai saat ini belum dapat memberikan gambaran
epidemiologis PMS sehingga belum dapat memperlihatkan besarnya masalah PMS yang
akurat yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan besarnya derajat epidemi
HIV/AIDS disuatu daerah dan untuk mengetahui dampak program intervensi PMS.
Seperti halnya masalah PMS di Ciamis bagaikan “Teori Gunung Es di Lautan”
Beberapa Puskesmas di Kabupaten
Ciamis sudah melaksanakan paket PKRE dengan salah satu program yaitu
Penanggulangan PMS termasuk HIV/AIDS melalui intervensi seperti Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE), pengobatan PMS secara pendekatan sindrom maupun
berdasarkan hasil Laboratorium walau sarana laboratorium yang ada masih minim.
Puskesmas
memulai paket PKRE sejak beberapa tahun terakhir, didukung dengan
pelatihan program-program PKRE yang diberikan pada petugas Puskesmas,
sosialisasi, monitoring dan evaluasi paket PKRE yang diikuti petugas Puskesmas
tersebut secara rutin. Dari kegiatan tersebut berarti secara teknis petugas
puskesmas sudah melaksanakan alur pelayanan klinis paket PKRE.
Beberapa
kasus Gonorhoe positif yang terjaring di beberapa Puskesmas Kabupaten
Ciamis. Beberapa kasus penyakit, baik penyakit yang baru maupun penyakit lama
mengalami perubahan gejala, sehingga memerlukan metode yang lebih baik pada
sistim pelayanan kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dan
hasilnya banyak mengalami hambatan, karena belum berhasilnya promosi kesehatan
dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Faktor yang
mempengaruhi pelayanan adalah faktor tenaga kesehatan yaitu orang yang
mengabdikan di bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan pelatihan
khusus seperti, tenaga pemasang alat kontrasepsi Keluarga Berencana,
pemeriksaan penyakit menular seksual dan keahlian khusus lainnya. Hal inilah
yang membedakan tenaga bidang kesehatan dengan tenaga lainnya, sehingga para
tenaga bidang kesehatan ini harus mempunyai pendidikan dan keahlian
melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia serta lingkungannya.
Tenaga
kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana
pembangunan kesehatan, sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis
yang sesuai, maka akan mempengaruhi pembangunan pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, Pemerintah memiliki kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya
pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau masyarakatnya. Masyarakat dari semua
lapisan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Tentunya aparatur kesehatan (dokter,
perawat, tenaga kesehatan lainnya) tidak bisa bekerja sendirian untuk masalah
PSM. Sebaiknya melakukan sosialisai PSM melibatkan tenaga pendidik dan
kependidikan, siswa, dan lembaga pendidikan lainnya secara berantai.
DAFTAR PUSTAKA
http://drgumilar.wordpress.com/2011/03/08/di-ciamis-penyakit-menular-sexual-pms/
By : Mukhsalmina. Abdullah
0916010086
0916010086
Tidak ada komentar:
Posting Komentar